Ilmu Tiada Bertepi; Cinta tiada berbatas; }

Rabu, 26 Januari 2011

kajian thariqah alawiyyah 3

ismillahirrahmaanirrahiim...

Jika mereka (para Saadatunal Alawiyyin) mendapatkan kesulitan (dari permasalahan agama), maka mereka mengikuti pendapat para ulama yang membahas masalah tersebut, lalu mengkajinya, sehingga mereka dapat mendudukkan permasalahan itu pada tempatnya dan menerangkannya. Jika mereka ragu-ragu terhadap permasalahan tersebut, maka mereka mengembalikannya kepada fatwa seorang yang layak memberi fatwa, dan mereka mengakui ketidakmampuannya dengan mengembalikannya kepada kebenaran.


Mereka mempunyai perhatian yang mendalam terhadap kitab-kitab karya Al-Imam Al-Ghazaly, terutama kitab Al-Ihya, Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiiz dan Al-Kholashoh. Mereka juga menaruh perhatian yang mendalam terhadap Hadits, sehingga banyak di antara mereka yang sampai pada derajat Al-Huffadz1.
Ketika orang-orang akhir jaman pada jaman mereka melihat apa-apa yang pernah diperingatkan oleh Rasulullah SAW daripada tanda-tanda yang sudah terjadi pada jaman sebelumnya seperti belajar tanpa mau mengamalkan, mencari pengetahuan hanya untuk kepentingan dunia, banyak orang-orang kikir yang ditaati, banyak mengikuti hawa nafsu, menyerahkan urusan kepada yang bukan ahlinya, banyaknya perbuatan keji yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, dan lain sebagainya yang pernah dikatakan di dalam suatu Hadits, maka mereka meninggalkan perbuatan memberi fatwa, memberikan pengajaran dan mengarang, dan mereka lebih suka menjaga diri mereka (dari fitnah akhir jaman). Mereka menganggap hal itulah yang terpenting. Itulah hakekat yang sebenarnya daripada pengamalan hadits-hadits Nabi dan hal itu lebih utama daripada sekedar meriwayatkan hadits2.
Mereka saling menolak untuk memberi fatwa karena besarnya ketakwaan mereka. Jika mereka ditanya dengan pertanyaan yang banyak, mereka lebih suka dengan menjawabnya dengan secukupnya. Mereka lebih memilih suatu amalan-amalan yang paling berat dan paling utama. Mereka berusaha bersungguh-sungguh untuk keluar dari perselisihan di antara para ulama3.

Mereka sering menyembunyikan ibadah mereka karena takut akan riya. Jika salah seorang di antara mereka berbicara untuk memberikan nasehat atau yang selainnya dan mereka takut terkena riya, mereka lalu membawa pembicaraannya kepada sesuatu yang dapat terhindar dari riya. Jika mereka meneteskan airmata ketika membaca Al-Qur’an, Hadits atau nasehat, maka mereka menutupinya dengan senyuman4.

[Diambil dari kitab Al-'Alam An-Nibroos, karya Al-Habib Abdullah bin Alawy Al-Atthas]

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
CATATAN KAKI :
1. Huffadz adalah julukan bagi orang yang banyak menghafalkan hadits.

2. Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad dalam bukunya yang berjudul Ad-Da’wah At-Tammah menulis suatu maqalah yang berbunyi “Lisaanul haal afshoh min lisaanil maqol” (“Lisan pengamalan lebih fasih daripada lisan perkataan”).
3. Sikap ini berkenaan dengan perbedaan para ulama dalam masalah agama.
4. Ini biasa sering mereka lakukan bila mereka berada di tengah-tengah majlis. Mereka takut jika airmatanya yang menetes itu terlihat orang lain di majlis tersebut, lalu dalam diri mereka timbul riya. Oleh karena itu, biasanya mereka menutupinya dengan berpura-pura tersenyum atau menahan sebisa mungkin agar airmatanya tak menetes. Radhiyallahu ‘anhum ajmain.

Tidak ada komentar: