Adalah رسول الله SAW itu tertakjubkan oleh sayuran dan air yang mengalir. Tabi’at yang sehat itu terpenuhi, dengan kelezatan memandang kepada cahaya, bunga-bungaan dan burung-burung yang indah warnanya, ukiran yang bagus, yang bersesuaian bentuknya, sehingga manusia itu menjadi lega dari kegundahan dan kesusahan dengan memandang kepdanya. Tidak karena mencari keuntungan dibalik memandang itu.
Maka inilah sebab-sebab yang melezatkan, dan setiap yang melezatkan itu disukai. Setiap kebagusan dan kecantikan maka tidaklah terelepas mengetahuinya dari kelezatan. Dan tidak seorangpun menungkiri akan keadaan kecantikan itu disukai menurut tabi’at manusia.
Kalau sudah pasti bahwa الله SWT itu elok dan indah maka sudah pasti bahwa Dia itu dicintai oleh orang yang tersingkap baginya keelokan dan keagungan-Nya sebagaimana رسول الله SAW bersabda :
ان الله جميل يحب الجمال
Sesungguhnya الله itu indah dan mencintai keindahan.
Pokok ke empat mengenai penjelasan makna bagus dan olek.
Ketahuilah bahwa yang terpenjara di dalam khayalan dan perasaan yang sempit terkadang disangka bahwa yang demikian itu tiada arti bagi kebagusan dan keelokan selain oleh kesesuaian kejadian dan bentuk, kebagusan warna, keadaan putih yang bercampur dengan kemerahan, tegak semampai dan lain sebagainya dari apa yang disifatkan bagi kecantikan seorang insan.
Bahwa kebagusan yang mengerasi atas makhluk adalah kebagusan penglihatan, dan kebanyakan penolehan mereka kepada bentuk orang-orang. Lalu disangka bahwa apa yang tidak dilihat, tidak dikhayalkan, tidak berbentuk dan tidak berwarna itu adalah suatu yang dikira-kirakan (diumpamakan), sehingga tidak tergambarlah kebagusannya. Dan manakala tiada tergambar kebagusannya, niscaya tidaklah tergambar pada idrak-nya itu kelezatan lalu tidaklah ia dicintai.
Ini adalah kesalahan yang nyata. Bahwa kebagusan itu tidaklah terbatas pada yang di-idrak-kan oleh penglihatan dan oleh keserasian kejadian dan kecampuran putih dengan kemerahan. Bahwa kita mengatakan Ini tulisan bagus, ini suara bagus, ini kuda yang bagus. Bahkan kita mengatakan ini kain yang bagus, ini bejana tempat air yang bagus. Maka dimanakah makna kebagusan suara, tulisan dan lain sebagainya, jikalau tidaklah kebagusan itu hanya terbatas pada rupa ?
Sebagaimana diketahui bahwa mata itu merasa lezat dengan memandang pada tulisan yang bagus. Dan telinga merasa enak dengan mendengar bunyi-bunyian yang bagus lagi merdu. Tiada sesuatupun dari hal-hal yang di-idrak-kan (diketahui) melainkan itu terbagi menjadi : bagus dan buruk.
Maka apakah arti bagus yang bersekutu padanya hal-hal tersebut, maka tidak-boleh tidak untuk dibahas. Adapun pembahasan tersebut akan panjang dan tidak layak dengan ilmu muamalah itu berpanjang-panjang padanya. Oleh karena itu kami tegaskan dengan sebenarnya dan kami katakan bahwa segala sesuatu, mengenai indah dan bagusnya itu terletak pada adanya kesempurnaan yang layak yang memungkinkan baginya. Apabila semua kesempurnaannya yang bersifat mungkin itu dapat terwujud, maka adalah ia itu berada pada puncak keelokan. Dan kalau yang terwujud itu sebagian, maka kebagusan dan keelokannya itu menurut kadar yang terwujud saja.
Kuda yang bagus adalah kuda yang terkumpul padanya apa saja yang layak bagi kuda, dari keadaan dan bentuk, warna, kebagusan berlari, mudah menyerbu dan berlarian padanya. Tulisan yang baus adalah tulisan yang terkumpul padanya apa yang layak bagi tulisan dari kesesuaian bentuk huruf, seimbang dan lurus susunannya, dan bagus keteraturannya. Dan bagi setiap sesuatu memiliki kesempurnaan yang layak dengan dia. Maka insan belum tentu bagus dengan apa yang bagus bagi kuda. Tidaklah bagus tulisan dengan apa yang bagus bagi suara. Tidaklah bagus bejana-bejana dengan apa yang bagus pada kain. Begitu juga dengan barang-barang yang lain.
Jikalau anda mengatakan bahwa barang-barang tersebut walaupun tidak di-idrakkan semuanya dengan kebagusan melihat seperti suara dan rasa makanan maka sesungguhnya ia tidak terlepas dari idrak-nya panca indera kepadanya. Dan itu dirasa dengan panca indera. Dan tidaklah dimungkinkan kebagusan dan keelokan bagi yang dirasakan dengan panca indera. Dan tidak dimungkiri hasilnya kelezatan dengan idrak kebagusannya, hanya dimungkiri yang demiikian pada yang tidak di-idrak-kan dengan panca indera.
Ketahulah bahwa kebagusan dan keelokan itu terdapat pula pada apa yang tidak dirasa dengan panca indera. Karenanya dikatakan : ini tingkah laku yang baugs, ini perjalanan hidup yang bagus, ini akhlak yang bagus. Bahwa akhlak yang bagus itu dikehendaki oleh ilmu, akal, penjagaan diri (al-iffah), berani, taqwa, kemurahan hati, kepribadian, dan sifat-sifat kebajikan yang lain. Sesuatu dari sifat-sifat ini tidak dapat di-idrak-kan (dirasa) dengan panca indera akan tetapi dapat di idrak-kan (diketahui) dengan nur penglihatan mata hati yang bathiniyah. Semua sifat-sifat yang elok ini disukai. Orang yang bersifat dengan sifat-sifat tersebut pasti dicintai secara tabi’at pada orang yang mengenal sifat-sifatnya.
Keadaannya memang seperti yang demikian, bahwa tabi’at-tabi’at itu dijadikan untuk mencintai nabi-nabi AS, untuk mencintai para sahabat RA, sedang mereka itu tidak pernah disaksikan. Bahkan mencintai orang-orang yang mempunyai (pendiri-pendiri) mazhab seperti as-Syafi’i, Hanafi, Malik dan lain sebgainya, sehingga kecintaan seseorang kepada pendiri mazhabnya melampaui batas cinta. Lalu yang demikian membuatnya mau membelanjakan hartanya untuk menolong mazhabnya dan mempertahankan mazhabnya. Dan ia mau menghadang bahaya dengan nyawanya untuk memerangi orang yang mencaci maki imamnya dan orang yang ditakutinya. Berapa banyak darah ditumpahkan untuk menolong orang-orang pendiri mazhab-mazhab. Semoga kiranya aku ketahui orang yang mencintai As-Syafi’i misalnya, maka mengapa ia (As-syafi’i) dicintainya padahal sekali-kali ia tidak pernah menyaksikan bentuknya. Dan jikalau disaksikannya mungkin ia tidak akan memandang kebagusan rupanya. Maka pandangan yang bagus yang membawanya kepada cinta yang bersangatan adalah karena bentuknya yang bathiniyah bukan karena bentuknya yang zahiriyah. Bahwasanya bentuknya yang zahiriyah itu telah bertukar menjadi tanah bersama tanah. Sesungguhnya ia mencintainya karena sifat-sifatnya yang bathiniyah dari agama, taqwa, banyak ilmu, meliputi pengetahuan agama, bangunnya untuk memfaedahkan ilmu syari’at dan pada menyiarkan kebajikan-kebajikan dalam alam duniawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar