Ilmu Tiada Bertepi; Cinta tiada berbatas; }

Selasa, 01 Februari 2011

bab penjelasan hakikat kasih sayang 6 (selesai)

Inilah hal-hal yang elok yang tidak diketahui keelokannya selain dengan nur penglihatan mata hati. Adapun panca indera maka terbatas/singkat pandangan dari padanya.

Demikian juga orang yang mencintai Abu Bakar As-Shidiq RA, dan melebihkannya atas orang lain. Atau mencintai Ali RA dan ber-ta’assub (fanatik) kepadanya. Maka ia tidak mencintai mereka semua melainkan karena memandang bagusnya bentuk bathiniyah mereka dari ilmu agama, taqwa, berani, kemurahan hati dan lain-lain.

Maka sebagai dimaklumi bahwa orang yang mencintai Abi Bakar As-Shidiq RA, tidaklah ia mencintai tulangnya, dagingnya, kulitnya, sendi-sendi dan bentuknya karena semua itu telah hilnag, berganti dan menjadi tiada. Akan tetapi tinggalah apa yang menjadikan Abu Bakar itu Shidiq karenanya yaitu sifat-sifat yang terpuji yang menjadi sumber perjalanan hidup yang elok. maka kecintaan itu kekal dengan kekekalan sifat-sifat itu serta hilangnya semua bentuk. Sifat-sifat itu kembali semuanya kepada ilmu dan kesanggupan, apabila ia telah mengetahui segala urusan dan sanggup membawa dirinya kepadanya dengan memaksakan nafsu syahwatnya. Maka semua sifat kebajikan itu bercabang dari dua sifat tadi. Keduanya tidak dapat dijangkau dengan panca indera, dan tempat keduanya dari jumlah badannya itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Dan itu dicintai dengan sebenarnya. Dan tidaklah bagian yang tidak terpisahkan itu suatu rupa bentuk dan warna yang tampak bagi penglihatan sehingga karenanya ia dicntai.

Jadi, keelokan itu terjadi pada perjalanan hidup walaupun perjalanan hidup itu muncul tanpa ilmu dan penglihatan mata hati yang tidak mengharuskan yang demikian akan cinta. Maka yang dicintai itu adalah sumber perjalanan hidup yang elok yaitu budi pekerti yang terpuji dan sifat-sifat keutamaan yang mulia kesemuanya kembali pada kesempurnaan ilmu dan kemampuan. Dan itu dicintai dengan tabi’at manusia dan tidak diketahui dengan panca indera. Sehingga anak kecil yang disembunyikan, serta tabi’atnya apabila kita menghendaki mencintainya dalam keadaan tidak hadir, niscaya tiada jalan bagi kita selain dengan berpanjang lebar menerangkan sifatnya dengan keberanian, kemurahan hati, dan perkara-perkara terpuji lainnya.

Manakala orang beri’tikad yang demikian niscaya ia tidak dapat menahan dirinya dan tidak sanggup untuk tidak mencintainya. Maka adakah kuatnya kecintaan kepada para sahabat RA, kemarahan kepada abu jahal dan kemarahan kepada iblis yang telah kena kutukan الله, selain disebabkan dengan berpanjang lebar pada mensifatkan kebaikan dan kekejian yang semua itu tidak dapat dijangkau oleh panca indera ?. bahkan ketika manusia mensifatkan Hatim dengan kemurahan hati dan mereka mensifatkan Khalid dengan keberanian, niscaya mereka itu dicintai oleh semua hati dengan kecintaan yang demikian mudah. Tidaklah yang demikian itu dengan melihat bentuk yang dirasakan dengan panca indera dan tidak dari keuntungan yang akan diperoleh yang mencintai. Bahkan apabila diceritakan perjalanan hidup dari sebagian raja-raja di sebagian dunia di atas bumi akan keadilan, keikhlasan dan melimpahnya kebajikan, niscaya akanlah kuat kecintaan di hati serta putus asa daripada berhamburan ke-ihsanan-nya kepada orang-orang yang mencintai itu, karena jaraknya tempat yang dikunjungi dan jauhnya rumah-rumah yang ditempati.

Jadi tidaklah cinta manusia itu terbatas kepada orang yang telah berbuat baik kepadanya saja, akan tetapi orang yang berbuat baik itu dicintai pada dirinya walaupun tidak sampai sekali-kali kebaikannya kepada yang mencintai. Karena setiap kebagusan dan keelokan itu adalah dicintai orang. Bentuk itu zahiriyah dan bathiniyah. Bagus dan elok itu melengkapi keduanya. Bentuk zahiriyah dapat diperoleh dengan penglihatan lahir dan bentuk bathiniyah dapat diperoleh dengan penglihatan mata hati yang bathiniyah. Barang siapa yang tiada memiliki penglihatan mata hati bathiniyah niscaya ia tiada memperoleh bentuk bathiniyah. Ia tidak merasa lezat, tiada mencintai dan tiada cenderung kepada bentuk bathiniyah tersebut. Siapa yang memiliki penglihatan mata hati bathiniyah yang lebih kuat, dari panca indera zahiriyah, niscaya adalah cintanya kepada makna-makna bathiniyah itu lebih banyak dari cintanya kepada makna-makna zahiriyah. Maka jauhlah perbedaannya, antara orang yang menyukai ukiran yang tergambar pada dinding tembok karena keelokan bentuknya yang zahiriyah dan orang yang mencintai salah seorang nabi karena keelokan bentuknya yang bathiniyah.

Sebab kelima : kesesuaian yang tersembunyi antara orang yang cinta dan yang dicinta karena banyaklah terjadi diantara dua orang yang teguh kasih sayang diantara keduanya tidak disebabkan keelokan atau keuntungan akan teapi semata-mata disesuaikan kesesuaian jiwa, sebagaimana sabda Nabi SAW, :

فما تعارف منهائتلف وما تناكر منهاأختلف

Maka yang berkenal-kenalan dari jwa itu niscaya berjinakan, sedang yag bertentangan daripadanya niscaya timbul perselisihan.

Kami jelaskan (insya الله) yang demikian itu pada kitab Adab Persahabatan, ketika menyabutkan kecintaan kepada الله. Maka carilah pada kitab tersebut karena dia itu termasuk dari keajaiban sebab-sebab cinta. Jadi bagian cinta itu kembali kepada lima sebab yaitu :

· Cinta insan akan wujudnya sendiri, kesempurnaan dan kekekalannya.

· Cinta insan kepada orang yang berbuat baik kepadanya mengenai apa yang kembali kepada kekekalan wujudnya, yang menolong pada kekekalannya dan yang menolak dari kebinasaan dirinya.

· Cinta insan kepada orang yang berbuat baik pada dirinya kepada manusia walaupun orang itu tidak berbuat baik kepadanya.

· Cinta insan kepada apa saja yang cantik pada benda itu sama saja dalam bentuk zahiriyah maupun bathiniyah.

· Cinta insan kepada orng yang diantara dia dengan orang itu ada kesesuaian yang tersembunyi pada bathiniyah.

Jikalau terkumpul sebab-sebab ini pada orang seorang niscaya sudah pasti berlipat ganda-lah cintanya, sebagaimana jikalau ada bagi insan seorang anak yang cantik rupanya, bagus budi pekerti, sempurna ilmu, teratur, berbuat baik kepada makhluk dan berbuat baik kepada ibu bapa niscaya anak itu akan dicintai dengan sungguh-sungguh. Dan adalah kuatnya cinta sudah terhimpun hal – hal tersebut, menurut kuatnya sifat-sifat itu pada dirinya. Jikalau ada sifat-sifat itu pada derajat kesempurnaan yang paling ujung, niscaya sudah pasti cinta itu pada derajat ayng paling tinggi. Maka marilah kita terangkan sekarang bahwa sebab-sebab semua itu tiada tergambar kesempurnaan dan terkumpul selain kepada الله SWT. Maka tiada yang mustahak/berhak dengan kecintaan pada hakikatnya selain kepada الله SWT....

Tidak ada komentar: