Ilmu Tiada Bertepi; Cinta tiada berbatas; }

Selasa, 01 Februari 2011

BAB PENJELASAN HAKIKAT KASIH SAYANG DAN SEBAB-SEBABNYA DAN PEMASTIAN MAKNA KECINTAAN HAMBA KEPADA



Ketahuilah kiranya bahwa yang dicari pada pasal ini tidak akan terbuka melainkan dengan mengetahui hakikat kecintaan, tentang kecintaan itu sendiri, kemudian mengetahuui syarat-syarat dan sebab-sebabnya, kemudian setelah itu memperhatikan pada pemastian maknanya terhadap kecintaan kepada الله SWT.

Maka yang pertama, yang seharusnya dipastikan ialah : tidak akan tergambar adanya kecintaan kecuali sesudah ma’rifah (kenal) dan idrak (mengetahui). Karena manusia itu tidak akan mencintai melainkan apa yang ia ketahui, dan karena itulah tidak akan tergambar barang yang beku/mati mempunyai sifat kecintaan. Akan tetapi kecintaan itu adalah suatu sifat yang khusus bagi yang hidup, yang mengetahui. Kemudian hal-hal yang diketahui itu terbagi kepada :

- yang bersesuaian dengan tabi’at yang mengetahui, yang cocok, yang enak baginya.

- yang berketiadaan, yang berjauhan dan menyakitinya.

- Yang tidak membebaskan padanya dengan menyakitkan dan melezatkan.

Maka setiap yang diketahui itu sesuatu yang lezat dan menyenangkan, niscaya akan dicintai oleh yang mengetahui. Dan apa yang diketahuinya itu sesuatu yang pedih, maka akan dibenci oleh yang mengetahui. Dan yang terlepas dari akibat kepedihan dan kelezatan maka keadaannya tidak disifatkan dengan dicintai atau dibenci.

Jadi, setiap yang enak itu dicintai oleh yang menerima keenakan. Makna keadaannya itu dicintai adalah bahwa tabi’atnya cenderung kepadanya. Dan makna benci adalah bahwa tabi’atnya itu lari / menjauh dari padanya.

Maka cinta itu adalah kecenderungan tabi’at kepada sesuatu yang melezatkan. Jikalau kecenderungan itu kokoh dan kuat niscaya dinamakan ‘asyiq (hati bergantung kepadanya). Dan benci itu ibarat dari larinya tabiat dari yang memedihkan, yang memayahkan. Apabila benci telah kuat niscaya dinamakan maqtan (sangat benci).

Inilah asal usul dari kahikat makna cinta, yang harus kita kenal.

Asal-usul yang kedua adalah bahwa cinta apabila padanya itu pengikut bagi idrak dan ma’rifah niscaya tidak mustahil akan terbagi menurut pembagian yang di-idrak-kan dan panca indera. Setiap panca indera memiliki idrak bagi semacam yang di-idrak-kan. Bagi setiap sesuatu dari padanya memiliki kelezatan pada sebagian yang di-idrak-kan. Dan bagi tabi’at yang dengan sebab kelezatan yang demikian, pasti mempunyai kecenderungan padanya. Maka semua yang diketahui itu menjadi dicintai pada tabi’at yang sehat. Kelezatan mata itu pada melihat, mengetahui segala yang dilihat, yang cantik dan semua bentuk yang manis, yang bagus, yang melezatkan. Kelezatan telinga itu ada pada bunyi-bunyian yang merdu, yang tertimbang tinggi rendahnya. Kelezatan penciuman itu ada pada bebauan yang harum. Kelezatan rasa itu ada pada makanan, dan kelezatan sentuhan itu pada yang halus dan licin.

Tatkala yang diketahui dengan panca indera itu melezatkan niscaya dia akan dicintai. Artinya adalah kecenderungan kepada tabi’at yang sehat kepadanya. Sehingga رسول الله SAW bersabda :

حبب الى من دنياكم ثلاث : الطيب, والنساء, وجعل قرة عينى فى الصلاة

Menjadi kecintaan bagiku dari duniamu tiga perkara : bau-bauan, wanita, dan dijadikan cahaya mataku pada shalat.

Tidak ada komentar: